<<<>>>
Kalimat “laa ilaaha illa-Allah” adalah kalimat yang ringkas, namun sangat bernilai dalam timbangan amal, lebih dari 7 lapis langit dan bumi, yang menjadi titik sengketa antara keimanan dan kekafiran.
Nama lain kalimat tauhid:
- Kalimat Ikhlash
- Kalimat Takwa
- Tali Ikatan yang Kuat
Di antara keutamaan orang yang mengamalkannya:
- Mendapatkan jaminan keamanan dan petunjuk
- Selamat dari api neraka
- Mendapat ampunan luas dari Allah
Kalimat tauhid “laa ilaaha illa-Allah” tidak cukup sekedar difahami dengan “Tidak ada Pencipta dan Pengatur kecuali Hanya Allah”, atau “Tidak ada tuhan (sesembahan) kecuali Allah”. Namun, yang benar adalah “Tidak ada yang berhak disembah selain Allah.” Karena manusia bisa jadi menyembah banyak sesembahan, namun satu-satunya yang berhak disembah hanyalah Allah.
7 Syarat Kalimat Tauhid:
- Mengilmui
- Meyakini secara sempurna
- Ikhlash
- Membenarkan
- Mencintai
- Menaati
- Menerima
<<<>>>
Kalimat tauhid adalah kalimat yang agung. Sebuah kalimat yang ringkas, namun sangat bernilai dalam timbangan amal. Oleh karena itu, ketika Nabi Musa bin Imran ‘alaihis salam meminta kepada Allah untuk diajarkan sebuah amalan, maka Allah perintahkan Musa untuk mengucapkan “laa ilaaha illa-Allah”. Allah katakan, bahwasanya kalimat “laa ilaaha illa-Allah” lebih bernilai ketimbang tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi dengan pemakmur di dalamnya (lihat H.R. Ibnu Hibban dan al Hakim, dinilai shahih oleh al Hakim).
Sejatinya, kalimat ini mengandung sebuah makna agung. Silakan renungi, tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjanjikan keberuntungan dengan mengucapkan “laa ilaaha illa-Allah”, apa respon para musyrikin Quraisy? Mereka menimpali dengan sebuah ucapan yang diabadikan Allah dalam firman-Nya, “Apakah Muhammad hendak menjadikan tuhan yang beraneka ragam itu mejadi satu tuhan saja?!” (Q.S. Shad: 5). Respon dari kaum musyrikin terhadap ajakan Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjukkan pemahaman mereka terhadap kalimat tauhid. Mereka memahami makna dan konsekuensi diucapkannya kalimat “laa ilaaha illa-Allah”. Mereka sadar, kalimat tersebut bertentangan dengan keyakinan yang mereka anut. Perlu diingat, meskipun kalimat ini tampak ringan untuk diucapkan, kalimat tauhid adalah titik sengketa antara iman dan selainnya. Kalimat yang memisahkan antara barisan kaum muslimin dengan orang-orang kafir. Sebuah kalimat yang mengharuskan si pengucap untuk mewujudkan sejumlah konsekuensi iman yang terkandung di dalamnya.
Mengenal Nama Lainnya
Kalimat tauhid memiliki sebutan lainnya. Sebutan tersebut adalah nama lain dari kalimat tauhid. Berikut ini merupakan sejumlah sebutan yang merupakan nama lain dari kalimat tauhid:
- Kalimat Ikhlash
Kalimat tauhid menolak adanya penyekutuan Allah dengan yang lainnya, serta mengharuskan penetapan ibadah hanya untuk Allah.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Padahal mereka hanya diperintahkan menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama…” (Q.S. Al Bayyinah: 5)
Oleh karena itu kalimat tauhid dinamakan juga sebagai Kalimat Ikhlash, yaitu harus mengikhlashkan tauhid dan ibadah disertai keharusan untuk menjauhi kesyirikan.
- Kalimat Takwa
Penamaan dengan kalimat taqwa sebagaimana yang diberikan oleh Allah Ta’ala, “Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan jahiliyah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang mukmin, dan Allah mewajibkan kepada mereka Kalimat Takwa. Mereka adalah yang paling berhak dengan Kalimat Takwa dan yang paling patut untuk memilikinya. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. al Fath: 27).
Menimbang hakikat takwa adalah ketaatan dan amal kebaikan, maka kalimat ini mengharuskan dilakukannya berbagai amal ketakwaan. Jadilah kalimat ini, melindungi (taqi) si pengucap yang tulus dari api neraka disebabkan berbagai amal kebaikan yang dilakukannya.
- Tali Ikatan yang Kuat (al ‘Urwah al Wutsqa)
Penamaan dengan al ‘Urwah al Wutsqa sebagaimana yang disebutkan oleh Allah Ta’ala, “Barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada al ‘Urwah al Wutsqa (tali ikatan yang sangat kuat) yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. al Baqarah: 256).
Ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah adalah konsekuensi dari Kalimat Tauhid. Tatkala Allah katakan bahwa orang yang melaksanakan konsekuensi Kalimat Tauhid adalah yang berpegang kepada al ‘Urwah al Wutsqa, maka nama lain dari Kalimat Tauhid adalah al ‘Urwah al Wutsqa (Syarh Tafsir Kalimat at Tauhid, hal. 116 – 117).
Mengenal Keutamaan-keutamaannya
Kaum muslimin pasti sudah sangat paham akan keutamaan Kalimat Tauhid. Tidak mengherankan, betapa banyak dari kaum muslimin membasahi lisan-lisan mereka karena semangat untuk mengucapkan kalimat ini. Berikut ini sekedar pengingat untuk membangkitkan iman, bukan meragukan keyakinan kaum muslimin tentang keutamaan Kalimat Tauhid:
- Keamanan dan petunjuk
Allah Ta’ala berfirman, “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk ” (Q.S. al An’am: 82).
Orang yang benar-benar beriman mendapatkan jaminan keamanan. Aman dari sentuhan api neraka ketika tidak melakukan dosa-dosa besar secara terus menerus. Kemudian jika termasuk yang selalu melakukan dosa besar, mereka pasti aman dari kekalnya api neraka. Kemudian mereka adalah orang yang mendapatkan petunjuk, sehingga mengamalkan petunjuk tersebut tatkala hidup di dunia. (al Jadid fi Syarh Kitab at Tauhid, hal. 33).
- Api neraka enggan menyentuh orang yang mengamalkannya
“Sungguh Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan laa ilaaha illa-Allah tulus hanya mengharapkan Wajah Allah.” (H.R. Bukhari dan Muslim). Dalam hadits ini Allah pasti bebaskan setiap orang yang bertauhid dengan benar dari api neraka. Siapa mereka? Mereka adalah orang motivasinya hanyalah mendekatkan diri kepada Allah tanpa diiringi motivasi pamer atau ingin dipuji orang (al Jadid fi Syarh Kitab at Tauhid, hal. 38).
- Ampunan luas dari Allah Ta’ala
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah berfirman, ‘Wahai anak adam! Seandainya kalian datang dengan membawa dosa sepenuh bumi, kemudian kalian datang tanpa menyekutukan Aku sedikitipun, pasti Aku berikan ampunan kepada kalian sebesar itu pula’.” (H.R. At Tirmidzi). Dalam hadits qudsi ini, Allah akan ubah berbagai amal kejelekan yang dilakukan ahli tauhid sejati dengan amal kebajikan. Allah akan ubah, meskipun amal kejelekannya memenuhi seiisi bumi (al Jadid fi Syarh Kitab at Tauhid, hal. 41).
Mengenal pemaknaan yang kurang tepat
Sudah dimaklumi, bahwasanya Kalimat Tauhid memiliki makna yang agung. Pemaknaan yang benar pastilah yang diinginkan oleh Allah dan RasulNya. Makna tersebut, ialah titik sengketa antara iman dan selainnya. Berikut ini sejumlah pemaknaan yang muncul terhadap Kalimat Tauhid:
- Pemaknaan yang Kurang Tepat
Sebagian orang memaknai Kalimat Tauhid dengan “Tidak ada Pencipta dan Pengatur kecuali Hanya Allah”. Kalimat tersebut sangat benar. Hanya saja memaknai Kalimat Tauhid yang didakwahkan Rasul dengan makna tersebut kurang tepat. Sebatas itu, orang-orang musyrik juga meyakininya. Oleh karena itu Allah ceritakan keyakinan mereka di dalam al Quran “Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, ‘Siapakah yang menciptakan langit dan bumi, dan menundukkan matahari dan bulan?’ Tentu mereka akan menjawab, ‘Allah’, maka mengapakah mereka dapat dipalingkan?! (Q.S. al Ankabut: 61).
Yang lainnya ada memaknai Kalimat Tauhid dengan “Tidak ada tuhan (sesembahan) kecuali Allah.” Konsekuensi terburuk dari ucapan tersebut, seluruh sesembahan yang ada ialah Allah. Apapun yang disembah oleh manusia, maka ia telah menyembah Allah. Menurut anggapan mereka, Allah adalah wujud yang absolut (al Wujud al Muthlaq). Bahkan yang membagi adanya makhluk dan khaliq (pencipta), menurut mereka itu adalah kesyirikan. Sebab, segala yang ada (eksistensi) hanyalah satu, yaitu Allah. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sangka.
- Pemaknaan yang Tepat
Pemaknaan Kalimat Tauhid yang benar, adalah makna yang diinginkan oleh Allah dan RasulNya. Makna inilah yang dipahami orang musyrikin, sehingga muncullah ucapan, “Apakah Muhammad hendak menjadikan tuhan yang beraneka ragam itu mejadi satu tuhan saja?!” (Q.S. Shad: 5). Maka makna yang benar menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah “Tidak ada yang berhak disembah selain Allah.”
Objek yang bisa disembah sangatlah banyak. Manusia bisa menyembah banyak sesembahan, namun satu-satunya yang berhak disembah hanyalah Allah. Selain-Nya, adalah makhluk yang tidak berhak untuk disembah. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Demikian itu, karena sesungguhnya hanyalah Allah Yang Haq, dan apa saja yang mereka seru selain dari Allah itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah adalah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar” (Q.S. al Hajj: 62) (disarikan dari Syarh Tafsir Kalimat at Tauhid).
Mengenal Sejumlah Syarat dari Kalimat Tauhid
Untuk mendapatkan keutamaannya, serta agar Kalimat Tauhid yang kita ucapkan menjadi sah bernilai di sisi Allah, terdapat sejumlah syarat yang harus dipenuhi. Oleh karena itu ketika Wahab bin Munabbih tatkala ditanya oleh seseorang, “Bukankah Laa ilaaha illa-Allah adalah kunci surga?”, beliau menjawab, “Iya benar, namun setiap kunci itu pasti ada giginya. Jika engkau datang membawa kunci yang memiliki gigi, maka akan terbuka. Namun jika tidak ada giginya, maka tidak akan terbuka.” Beliau mengisyaratkan gigi dari kunci adalah syarat laa ilaaha illa-Allah yang wajib dipegang teguh oleh setiap orang yang wajib menjalankan syariat (mukallaf). Syarat laa ilaaha illa-Allah ada 7, yaitu:
- Mengilmui (Al Ilmu) dalam hal menafikan segala sesembahan dan menetapkan hanya Allah yang berhak disembah. Kebalikannya adalah al Jahl (kebodohan).
- Meyakini secara sempurna (Al Yaqin). Kebalikannya adalah asy Syakk dan ar Rayb (keraguan).
- Ikhlash (Al Ikhlash). Kebalikannya adalah asy Syirk (syirik) dan ar Riya (riya).
- Membenarkan (ash Shidqu). Kebalikannya adalah al Kadzabu (mendustakan)
- Mencintai (al Mahabbah). Kebalikannya adalah al Karhu (membenci).
- Menaati (al Inqiyadu). Kebalikannya adalah at Tarku (tidak taat).
- Menerima (al Qabul), kebalikannya adalah ar Radd (menolak).
(Sumber: https://muslim.or.id/22183-syarat-laa-ilaaha-illallah.html)
Penutupan
Demikian uraian singkat seputar Kalimat Tauhid. Hanya kepada Allah kita meminta hidayah dan taufik agar dapat menegakkan Kalimat Tauhid dengan benar, karena hanya dengan itulah kita dapat memperoleh keutamaan yang dijanjikan Allah dari Kalimat Tauhid.
Disusun oleh: Gian Handika, S.P. (Alumnus Ma’had Al ‘Ilmi)
Murajaah: Ustaz Abu Salman, B.I.S.